
Dengan ramainya pemberitaan terkait penawaran korvet Project 22800 Karakurt dari Rusia kepada negara-negara ASEAN seperti Thailand, Vietnam, dan Indonesia, ada sejumlah hal yang menjadi red flag atau resiko bagi negara pembeli, terutama terkait embargo.
Yang pertama adalah soal embargo dari dalam untuk komponen mesin. Mesin asli untuk korvet Karakurt adalah M507 dan DGAS-315 diesel generator buatan Zvezda di St. Petersburg.
Sayangnya, mesin ini produksinya lambat karena komponennya yang masih diimpor banyak yang masuk daftar cekal ketika Rusia mengalami embargo pasca aneksasi Krimea pada 2014.

Alternatif produksi mesin lainnya adalah gas turbine M-70FRU-R buatan perusahaan ODK- NPO Saturn PJSC. Program mesin ini diluncurkan pada tahun 2017 di bawah pengawasan United Engine-Making Corporation, dan sempat tertunda karena masalah teknis.
Keterlambatan penyerahan mesin ini sempat menyebabkan produksi Karakurt untuk pesanan AL Rusia terhambat penyelesaiannya sehingga galangan kapal Zelenodolsk dan Pella pada tahun 2017 sempat harus mencari sejumlah alternatif lain.
Sementara ancaman embargo dari luar, tentu masih ada kaitannya dengan sanksi CAATSA yang diterapkan oleh Amerika Serikat kepada negara-negara yang cukup nekat untuk membeli senjata yang bersifat besar dan strategis untuk militernya. Apakah resikonya sebanding dengan perolehan kapal perang ini?